Contoh Kasus Mengenai Status Kewarganegaraan Anak akibat Hasil Perkawinan Campuran

Written on 09.00 by angga


Ketika SiBuah Hati Akhirnya Diakui Negara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin memberikan surat penetapan status kewarganegaraan Indonesia untuk Jean Edouard Leopold Mutia AlbertBernier yang baru berumur lima tahun dua bulan didampingi ibunya, Dewi Chyntia, warga Negara  indonesia. Jean merupakan anak dari perkawinan campur antaraBernier Pascal Louis Raymond Ghislain, warga negaraBelgia, dan Dewi Chyntia. Jean lahir diBelgia tanggal1 Desember2001. Dengan bekal paspor dariBelgia dan visa kunjungan sosial budaya, Jean dapat tinggal di Indonesia. Visa itu hanya berlaku 60 hari. Setelah itu harus diperpanjang di kantor imigrasi untuk periode tinggal satu bulan.

Setelah lima tahun, masa berlaku paspor pun habis. Untuk memperpanjang paspor melalui
KedutaanBesarBelgia di Jakarta diperlukan persetujuan atau surat dari Ghislain, ayah
Jean. Persoalannya, Ghislain tidak menyetujui dan tidak memberikan surat, tanda tangan,
atau apa pun namanya. Akibatnya, Jean akhirnya harus dideportasi.Bersama ibunya itu
terjadi karena masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 62 Tahun1958 tentang
Kewarganegaraan. Dengan undang-undang itu, anak dengan ayah warga negara asing
otomatis menjadi warga negara asing.

Wacana perubahan UU Kewarganegaraan yang pernah bergulir ibarat memberikan angin
segar bagi Dewi, termasuk ibu-ibu yang menghadapi persoalan serupa. Dengan
diberlakukannya UU No12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Syarat menjadi
warga negara menurut UU No12/2006 yakni akta lahir anak yang harus dilegalisasi dan
fotokopi paspor dari suami. Ketika sudah merasa tidak ada harapan lagi, dia pun menulis
surat kepada Menteri Hamid Awaludin, mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya.
Hamid menanggapi, Ia mengeluarkan surat penetapan kewarganegaraan Indonesia untuk
Jean.

PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.12/2006
Status kewarganegaraan di Indonesia adalah masalah yang memang sudah sering terjadi.
Dalam kasus di atas kewarganegaraan indonesia dapat hilang jika adanya perkawinan
campuran. Dalam UU No.12/2006 disebutkan hilangnya suatu kewarganegaraan dapat
disebabkan12 hal salah satunya disebutkan Perempuan warga negara Indonesia yang

kawin dengan laki-laki warga asing kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum
negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai
akibat perkawinan tersebut. Jika dalam perkawinan tersebut terdapat kehadiran seorang
anak maka anak tersebut akan berkewarganegaraan asing mengikuti ayahnya. Sebelum
diberlakukannya UU No.12/2006 di Indonesia masih berlaku Undang-Undang Nomor 62
Tahun1958 tentang Kewarganegaraan tapi UU tersebut dianggap kurang efektif sehingga
wacana dalam UU tersebut diganti. Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut
banyak pihak yang merasa beruntung karena akhirnya mereka memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia salah satu contohnya adalah dalam kasus di atas. KESIMPULAN Kewarganegaraan merupakan ikatan hukum antara orang orang dengan negara. Setiap
warga Negara berhak atas status kewarganegaraan mereka masing-masing di suatu Negara dan setiap orang juga berhak memiliki satu atau lebih status kewarganegaraan sebagai bukti bahwa orang tersebut merupakan bagian dari suatu Negara. Hal-hal yang mengatur tentang kewarganegaraan tersebut tercantum dalam UU No.12/2006.



Peran Pemuda di Masyarakat

Written on 17.30 by angga

PEMUDA merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, betapa tidak peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekeuasaan.
Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara.
Dalam sebuah pidatonya, Sukarno pernah mengorbakan semangat juang Pemuda apa kata Sukarno “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno, jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power.
Satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa merupakan sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Begitu kompaknya pemuda Indonesia pada waktu itu, dan apakah semangat pemuda sekarang sudah mulai redup, seolah dalam kacamata negara dan masyarakat seolah-olah atau kesannya pemuda sekarang malu untuk mewarisi semangat nasionalisime. Hal tersebut di pengaruhi oleh Globalisasi yang penuh dengan tren.
Sukarno, Hatta, Syahrir seandainya mereka masih hidup pasti mereka menangis melihat semangat nasionalisme pemuda Indonesia sekarang yang selalu mementingkan kesenangan dan selalu mementikan diri sendiri.
Di lingkungan masyarakat, peranan pemuda sangatlah begitu penting. Dengan adanya pemuda di tengah” masyarakat, segala bentuk ide” kreatif tercipta. Kita sebagai pemuda haruslah bersifat aktif, baik di lingkungan pendidikan, kerja, ataupun masyarakat. Dan sudah sepatutnya kita” sebagai jiwa pemuda harus turut andil dalam pembangunan negri ini.
Kenapa ?  Ya, karena pemuda-lah yang memiliki sifat patriotik sejati, pemilik idealisme, gelora, daya tahan dan daya juang yang kuat (fisik maupun mental). Generasi muda penuh semangat, mempunyai kekuatan energi penuh dengan sifat kreatif, kritis dan dinamis serta kepekaan yang tinggi pada masalah sosial secara murni. Demikianlah kodratnya sehingga pemuda mampu menjadi pelopor dan pemimpin.
Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini.
Peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu bisanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan, selalu bermain-main dan bahkan ketua RT/RW nya saja dia tidak tahu.

Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka nge Facebook, lebih suka aktif di mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara.
Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda kearah masyarakat madani. Reformasi tidak mungkin dilakukan oleh orang tua dan anak-anak.
Dengan penuh harapan moga pemuda-pemudi dan generasi penerus harapan bangsa dapat menjelma menjadi sukarno-sukarno masa depan dengan samangat juang yang tinggi. Sebagai motor perjuangan bangsa..amin ya Allah


Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/23/peranan-pemuda-dalam-sosialisasi-bermasyarakat/

PERAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN PRIBADI ANAK

Written on 22.23 by angga


Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.

Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak.

Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.

Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.

Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.

Faktor-faktor (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.

Konteks kepribadian yang sudah didefinisikan pada pembahasan di atas tidak ada kaitannya dengan kepribadian baik atau buruk, akan tetapi dalam tulisan ini penulis berusaha mengkaji kepribadian yang baik dan positif dalam bingkai peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak. Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya.

Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.


Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self actualization).

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :

(1) pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
(2) sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis,
(3) sumber kasih sayang dan penerimaan,
(4) model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang bak,
(5) pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat,
(6) pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan,
(7) pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri,
(8) stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat,
(9) pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, dan
(10) sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah.

Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anaka yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

Dilihat dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut:


1.Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi (a) pangan, sandang, dan pangan, (b) hubungan seksual suami-istri, dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan merupakan tempat “penyemaaian” bibit-bibit insani yang fitrah).

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). Maksudnya, kewajiban suami memberi makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya.

3. Fungsi Pendidikan (Edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Menurut UU No. 2 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”.

4 Fungsi Sosialisasi

Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan factor penentu (determinant factor) yang angat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerjasama dengan orang lain dan lain-lain.

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidakyamanan para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya.

7. Fungsi Agama (Religius)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-ilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orang tua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya.

Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagian ahli menyebutnya bahwa pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluaraga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai yang rusak.

Sejalan dengan modernitas, sekolah memang berperan sebagai in loco parentis atau mengambil alih peran orang tua. Tetapi institusi sekolah tidak akan mampu mengambil alih seluruh peran orang tua dalam pendidikan anak.

Globalisasi, kalau ditinjau dari dampak cultural dan kemajuan teknologi, merupakan wahana ‘penjajahan’ oleh kultur yang dominan. Nilai-nilai budaya dominan ini yang sebagian besar tidak sesuai dengan timbangan moral Indonesia sudah menembus kamar-kamar dan sekeliling kita.

Dalam konteks ini, keluarga bisa dimetafora sebagai sebuah benteng yang mampu menciptakan ‘imunisasi’ bukan ‘sterilisasi’. Pendekatan imunisasi bermakna bahwa anak tetap berperan aktif dalam lingkungan global tetapi pendidikan dalam keluarga memberinya kekebalan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari globalisasi. Dengan kata lain, putra-putri kita diarahkan untuk secara optimal meraih manfaat dan nilai positif dari globalisasi. Idealnya, kita arahkan mereka untuk menjadi ‘pemain’, bukan ‘penonton’ apalagi ‘obyek’ globalisasi. Sedangkan ‘sterilisasi’ akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhan anaka dan bisa menumbuhkan sikap eskapisme dan isolatif.

Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitrah beragama anak. Menurut Hurlock dalam Syamsu (2001 ; 138) Keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai-nilai. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogianya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya, yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan.

Pendidikan dalam lingkungan keluarga sebaiknya diberikan sedini mungkin St. Franciscus Xaverius mengatakan: “Give me the children until are seven and anyone may have them afterward”. Sedangkan menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib (RA), seorang sahabat utama Rasulullah Muhammad (SAW), menganjurkan: Ajaklah anak pada usia sejak lahir sampai tujuh tahun bermain, ajarkan anak peraturanatau adab ketika meraka berusia tujuh sampai empat belas tahun, pada usia empat belas sampai dua puluh satu tahun, jadikanlah anak sebagai mitra orang tuanya.

Ketika anak masuk ke sekolah mengikuti pendidikan formal, dasar-dasar karakter anak ini sudah terbentuk. Anak yang sudah memiliki watak yang baik biasanya memiliki achievement motivation yang lebih tinggi karena perpaduan antara intelligence quotient, emotional quotient dan spiritual quotient sudah mulai terformat dengan baik. Disamping itu, hal tersebut bisa pula mengurangi beban sekolah dengan pemahaman bahwa sekolah bisa lebih berfokus pada aspek bagaimana memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengembangkan potensi konigtif, afektif dan motorik.

Pada perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada perkembangan awal anak, mereka telah menjalin hubungan timbal balik dengan orang-orang yang mengasuhnya. Kepribadian orang yang terdekat akan mempengaruhi perkembangan baik sosial maupun emosional. Kerjasama dan hubungan dengan teman berkembang sesuai dengan bagaimana pandangan anak terhadap lingkungan sekitarnya.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.

3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.

4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.

5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka.

Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.

Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya


sumber : http://mustofaabihamid.blogspot.com/2010/06/pengaruh-lingkungan-keluarga-terhadap.html